Beranikah Jokowi Bentuk Kabinet Profesional Berisi Anak-anak Muda? - Joko Widodo (Jokowi) diminta mewujudkan zaken kabinet alias kabinet berisi kaum profesional jika beliau melanjutkan pemerintahannya di periode kedua nanti. Dikabarkan pula, kabinet Jokowi nantinya akan diisi kaum muda alias milenial.
Guru Besar Fakultas Ilmu Administrasi Universitas Indonesia (FIA UI), Profesor Martani Huseini, menilai zaken kabinet berisi kaum milenial yaitu syarat untuk melunasi janji-janji Jokowi kepada rakyat. Janji-janji itu harus dilunasi.
"Presiden ke depan akan diuji janji-janji politiknya, apakah benar bisa dilaksanakan atau tidak. Kalau beliau masih berat pada faktor pendukungnya yang harus mengisi kementerian ini dan kementerian itu, maka itu akan memberatkannya untuk melunasi kesepakatan politik," kata Martani kepada wartawan, Selasa (14/5/2019).
Masuknya orang-orang parpol di dingklik menteri dinilai bakal memberatkan langkah Jokowi dalam melunasi janji, mewujudkan 'legacy' pemerintahannya. Dalam kondisi mirip ini, orang-orang profesional perlu diprioritaskan demi pemerintahan yang lebih baik, bukan semata-mata untuk menyenangkan parpol pendukung.
"Parpol-parpol harus tahu diri. Kalaupun mau menaruh orang di dingklik menteri, jangan sembarangan," kata Martani.
Dia mengibaratkan kabinet pemerintahan mirip orkestra yang dipimpin presiden. Pemain terompet sampai penggesek biola harus bisa membaca not balok di partitur. Mereka juga harus patuh terhadap isyarat sang dirigen yakni presiden. Bayangkan jika pemain terompet dipilih hanya sebab beliau akrab dengan dirigen padahal tak bisa membaca partitur, bayangkan pula jika pemain musiknya tidak patuh ke dirigen. Tak akan ada simfoni yang indah.
"Maka harmonisasi itu penting dan harus disepakati semenjak awal," kata Martani.
Soal kabinet berisi kaum milenial, Martani menilai itu memang diperlukan untuk menghadapi revolusi industri 4.0 yang sarat teknologi dan inovasi. Inovasi bukannya tidak bisa dilakukan orang-orang tua, namun akan lebih gampang dilakukan kaum muda.
"Ada kekerabatan antara penemuan dengan kaum muda. Anak muda berguru lebih cepat daripada orang tua, apalagi orang di atas usia 50 tahun bakal punya keterbatasan berpikir secara biologis," kata Martani.
Pria kelahiran 1951 lulusan University Paris de Sorbonne IV ini menyadari belum dewasa muda lebih dinamis dan cepat mengikuti keadaan dengan teknologi baru. Mereka lebih cocok memimpin kementerian.
Muda, menurutnya tidak harus selalu ditentukan umur, melainkan harus berjiwa muda. Soalnya ada pula sosok muda usia namun jiwanya cenderung tidak dinamis. Anak muda yang duduk di pemerintahan nantinya juga perlu kemampuan pemanfaatan teknologi komunikasi yang baik demi efisiensi birokrasi. Anak muda yang duduk di dingklik menteri haruslah orang yang berintegritas, kompeten, bernyali, punya renjana, dan bisa menyatukan semuanya.
"Tantangan ketika ini juga berat. Masalah sosial dan politik sudah luar biasa berat sebab sudah kadung terbelah (saat Pilpres). Ini menuntut sosok muda yang kolaboratif, bisa menyatukan semuanya," kata dia.
"Tantangan ketika ini juga berat. Masalah sosial dan politik sudah luar biasa berat sebab sudah kadung terbelah (saat Pilpres). Ini menuntut sosok muda yang kolaboratif, bisa menyatukan semuanya," kata dia.
Yang jelas, kaum muda lebih unggul dibandingkan kaum tua. Bila kaum muda yang kompeten ditempatkan di kabinet, itu yaitu piliahan yang tepat.
"Buat saya itu mutlak, Pemerintahan mendatang harus punya agility dan semangat berinovasi," kata Martani.
Beranikah Jokowi Bentuk Kabinet Profesional Berisi Anak-anak Muda?
HALAMAN BERIKUTNYA:
0 comments
Posting Komentar